Selasa, 12 September 2017

Yang Ku Rasa (2)

            Halo sayang. Apa kabarmu? Aku tau saat ini kamu tidak sedang baik-baik saja. Komunikasi yang kita jalin selama ini cukup membuatku tenang dan senang karena aku mendapat kabar darimu. Walaupun aku tau kamu sakit, aku masih ingin bertanya bagaimana kabarmu. Jujur, aku tidak mau kamu sakit. Kenapa kamu tidak menjaga kondisi tubuhmu dengan baik? Apa yang bisa aku lakukan agar kamu cepat sembuh? Padamu, aku ingin memberikan perhatianku. Tapi aku merasa tidak tau bagaimana caranya. Aku merasa kurang dalam hal itu. Aku bukan orang yang berani bertindak seperti itu walaupun hasratku untuk melakukannya sangat tinggi. Puisi tere liye cukup mengutarakan isi hatiku.

Aku mencintai sunset,
Menatap kaki langit, ombak berdebur.
Tapi aku tidak akan pernah membawa matahari ke rumah.
Kalaupun itu bisa dilakukan, tetap tidak akan kulakukan.

            Dan lanjutan puisi lainnya yang berujung sama, “tetap tidak akan kulakukan.”

            Seketika aku berfikir, jika itu bisa kulakukan namun tidak aku lakukan, bukankah itu akan menjadi sia-sia? Jika aku mencoba untuk berani, bisa saja aku melakukannya, dan bisa saja ternyata yang kamu harapkan selama ini adalah perhatian dari ku. Tidak ada yang tau bagaimana akhirnya bila tidak dicoba. Sepertinya, mulai saat ini aku harus melakukan apa yang ingin aku lakukan agar tidak berkarat seperti besi yang dibiarkan saja saat hujan datang.
***
            Sayang, kita memang terpisah oleh jarak. Tapi, percayalah. Aku hanya padamu. Aku menyayangimu. Aku juga akan terus percaya kepadamu karena kamu udah mau membantu menyelesaikan puzzle ini. Puzzle yang sangat rumit ketika aku berusaha menyelesaikannya sendirian. Dulu.
            Kalian yang membaca ini mungkin berfikir ada apa dengan “dulu”. Iya, dulu aku berusaha menyusun puzzle ini sendirian sampai akhirnya dia bilang “Aku bantuin kamu bukan buat nyelesain yang kamu mau, tapi yang kita mau” see? Aku mau kalian baca sekali lagi apa yang dikatakan olehnya. Nice, bukan? Aku cukup speechless. Ingin rasanya meneteskan air mata bahagia. Tapi aku urungkan niatku. Aku ingin menunjukkan senyum terbaikku untuknya.

            Balik lagi ke kamu saat ini, yang sedang sakit, yang mungkin sendirian di rumah.
            Bolehkah aku mengatakan yang sejujur-jujurnya?
            Aku tidak ingin hanya mengatakan “Istirahatlah. Jangan lupa makan, ini itu dan lain sebagainya.”
            Saat ini, aku benar-benar ingin memelukmu. Aku ingin membawa mu kedalam dekapanku. Aku ingin kamu beristirahat bersamaku. Aku ingin kamu menganggap aku adalah tempat terbaik untuk membuatmu lekas sembuh. Aku ingin mengecup lembut keningmu, dan berbisik di telinga mu “Cepatlah sembuh. Aku sangat merindukanmu.”
            Jika kamu membaca ini, sayang, apakah kamu akan berfikir dan bertanya “Mengapa kau mengecup lembut keningku, bukan bibirku?” jawabannya adalah, aku tidak ingin sakit karena dirimu. Karena virus-mu. Titik. Jika kamu sakit dan aku juga sakit, siapa yang akan ngejagain kita? Kamu mau bilang kita saling menjaga? Aku tidak ingin melakukannya. Cepatlah sembuh dan biarkan aku cepat-cepat bisa merasakan lembut bibir mu di bibirku. Aku menantikannya.

            Selamat datang “keberanian” yang mulai merasuki diri ku. Dan lekaslah sembuh kamu, sayang.
            Aku menyayangimu. Tulus. 

Rabu, 10 Mei 2017

POLITIK HUKUM HAM TENTANG HAK-HAK POLITIK PEREMPUAN DI INDONESIA

Penulis tertarik untuk membahas dan menulis tentang permasalahan perempuan dalam peranan politik di Indonesia karena pada dasarnya dalam suara perempuan tertanam potensi politik yang besar. Selain itu, Majelis Umum PBB mewajibkan pengaturan untuk menjamin tidak adanya diskriminasi terhadap perempuan. sekarang bisa dilihat bahwa perempuan lebih maju daripada laki-laki. secara kuantitas dan kualitas, perempuan lebih mendominasi ketika menjadi pemimpin nanti.  Tetapi, karena keputusan ini maka timbullah pertentangan. walaupun HAM itu adalah hak -hak yang telah dipunya seseorang dari dia lahir sampai dianggap sebagai manusia dan HAM diterima secara universal, disisi lain HAM juga dianggap tidak universal.

Wanita hanya dianggap sebagai objek hidup karena adanya diskriminasi antara laki-laki dan perempuan seperti halnya didalam urusan keluarga, sosial, dan lain-lain. hal ini bertentangan dengan konsep yang diciptakan bahwa kedudukan manusia itu sama. Laki-laki dan wanita diciptakan untuk saling melengkapi satu sama lain. Oleh karena itu perlu ditegaskan dan ditegakkan kebebasan untuk wanita. 

Seiring dengan perkembangan zaman, konsep HAM terus berkembang yaitu mengarah kepada penciptaan kondisi masyarakat oleh negara sehingga wanita dapat mengembangkan potensi secara sepenuhnya. hak politik wanita juga tertuang di pasal 1 dan 3 yang mengatakan bahwa wanita hendaknya memiliki hak dengan persyarat yang sama dengan lelaki tanpa diskriminasi dan didukung dalam pernyataan ICCPR. 

Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan yang telah diratifikasi dan disetujui oleh Resolusi Majelis Umum 34/180 pada 18 desember 1979. Indonesia secara otomatis terikat dengan hukum dan nilai internasional karena telah undang-undang tentang HAM yang nilainya sejalan dengan deklarasi Universal dan telah meratafikasi CEDAW dengan undang-undang republik indonesia nomor 7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Penghapusan segala bentuk diskrriminasi terhadap wanita. 


Mengenai keterlibatan politik di Indonesia politik perempuan dalam partai politik khususnya dewan legislatif, telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik dan Undang-Undang Nomor 10 tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD. 

Senin, 06 Maret 2017

Yang Ku Rasa

            Hari demi hari telah kulewati. Sudah lama rasanya aku tidak berjumpa denganmu. Tapi itu hanya rasaku, bukan rasamu. Siapa yang akan tahan untuk berpisah selama lima tahun dengan orang yang disayang? Tidak ada. Ada saja yang akan dilakukan orang tersebut untuk melepaskan rindunya itu. Layaknya aku yang pulang untuk berjumpa dengan mu walaupun bukan itu yang menjadi alasan ku pulang. Saat itu aku sedang libur dari kuliah ku. Tapi, tidak ada alasan untuk ku untuk tidak rindu padamu. Untuk tidak bertemu denganmu. Untuk tidak jalan denganmu. Aku ingin sekali menghabiskan waktu seharianku bersamamu waktu itu. Entahlah. Bagiku, terlalu banyak kata “tetapi” dalam hidup ku ini.
            Aku tak tau harus menjelaskannya dari mana. Setelah bertemu denganmu tiga bulan lalu, aku merasakan hangatnya kasih sayang yang kamu berikan untukku. Aku merasa bahwa kamu cukup untuk bisa menjaga ku. Kamu selalu bisa menghiasi hari-hariku. Kamu selalu membuatku tertawa, bahkan aku merasa, segala suka duka ku dapat terlaksana sesuai dengan apa yang aku harapkan. Jujur, aku tidak pernah marah padamu. Aku tidak ingin, apa yang telah kamu lakukan, walaupun itu membuatku kesal, aku tidak ingin meluapkan amarahku padamu. Karna aku tidak ingin menjauh darimu. Kamu tahu itu.
            Kita sudah pernah berpisah sebanyak tiga kali. Aku tidak ingin, hubungan kita sekarang menjadi buruk. Aku tidak ingin berfikir jika aku harus berpisah denganmu saat ini, akan ada kesempatan lainnya untuk kita bersama lagi. Aku akan menganggap bahwa saat itu merupakan terakhir kalinya kita berpisah.